Oleh
aajunaedi@yahoo.com.
Pendahuluan
Pembinaan jabatan fungsional pustakawan di lingkungan instansi pemerintah antara lain ditujukan untuk menjamin perkembangan profesionalisme yang berimplikasi pada peningkatan kegiatan yang berdayaguna, dan berhasilguna bagi masyarakat. Perolehan angka kredit merupakan indikator prestasi pejabat pustakawan yang berpedoman pada SK MENPAN No. 132 tahun 2002. Angka kredit adalah angka yang diberikan berdasarkan penilaian yang telah dicapai oleh seorang pustakawan dalam mengerjakan butir-butir kegiatan yang digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat/jabatan. Untuk itu kinerja pustakawan dalam mengelola perpustakaan, dokumentasi, dan informasi diukur dengan angka kredit, sepenuhnya tergantung prestasi yang dicapai pada periode tertentu, yang selanjutnya dituangkan dalam Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK) pustakawan.
Dalam perkembangan jabatan fungsional pustakawan, masih ada pejabat pustakawan yang belum mengumpulkan angka kredit sesuai dengan yang dipersyaratkan berupa laporan pada DUPAK. Bahkan masih banyak “kredit macet” sehingga angka kredit yang terkumpul tidak memenuhi jumlah yang dipersyaratkan. Hal ini merupakan keadaan yang cukup memprihatinkan bagi perkembangan pustakawan. Oleh karena itu sebagai pustakawan profesional dituntut untuk rajin dengan kreativitas tinggi, kritis, dan jeli terhadap peluang perolehan angka kredit. Pustakawan sering merasakan sempit lahannya/kegiatannya dan kecil nilainya, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan strategi dalam perolehannya.
Perpustakaan mempunyai tugas dan fungsi untuk memenuhi kebutuhan informasi yang tidak saja ditujukan kepada pengguna perpustakaan sebagai fungsi pokoknya, tetapi juga kepada pengelola perpustakaan, yaitu pustakawan itu sendiri. Pendit, (1996) membagi fungsi utama perpustakaan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu: (a) fungsi perpustakaan yang terus menerus (termasuk di dalamnya fungsi memilih, mengumpulkan, dan menyimpan pengetahuan agar dapat ditemukan kembali jika diperlukan), dan (b) fungsi yang bersifat daur ulang (cyclical), yaitu fungsi pendidikan dan latihan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang akan melaksanakan fungsi pertama di atas.
Tujuan dari makalah ini adalah agar pejabat pustakawan sebagai pengelola perpustakaan, dokumentasi, dan informasi (perpusdokinfo) terketuk hatinya untuk terus meningkatkan kemampuan dirinya dengan mengkaji strategi dalam perolehan angka kredit. Kemampuan yang diperoleh dari pendidikan atau latihan untuk dapat melaksanakan profesi dengan baik ini disebut professional. Pustakawan juga harus berupaya menghasilkan angka kredit yang berbobot dan bermanfaat, karena apabila pencapaian angka kredit dengan kualitas kerja yang tidak memadai tidak memberikan manfaat apa-apa bagi peningkatan produktivitas kerja dan peningkatan profesionalisme pustakawan yang bersangkutan maupun bagi instansinya (Sitorus, D. 2002).
Memahami Tugas Pokok dan Unsur Kegiatan
Agar jabatan fungsional pustakawan dapat diterapkan dengan baik pada unit kerja masing-masing, disarankan agar unit kerja tersebut terlebih dahulumempelajari dan memahami jabatan fungsional pustakawan yang ditetapkan dalam Keputusan MENPAN No. 132 tahun 2002. Petunjuk pelaksanaan Keputusan MENPAN tersebut ditetapkan dalam SK Bersama Kapala Perpustakaan Nasional R.I dan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 23 dan No. 21 tahun 2003. Serta Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional RI No. 10 tahun 2004 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya.
Tugas pokok dalam pasal 4 (empat) SK MENPAN No. 132/2002 tersebut meliputi kegiatan pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi, dan kegiatan pemasyarakatan perpusdokinfo. Berdasarkan SK MENPAN tersebut membagi 2 (dua) jabatan pustakawan tingkat terampil dan tingkat ahli. Tugas pokok pejabat fungsional pustakawan tingkat ahli ditambah dengan kegiatan pengkajian pengembangan perpusdokinfo.
Unsur dan sub unsur kegiatan pustakawan yang dapat dinilai angka kreditnya adalah :
- sub unsur perolehan ijazah/gelar dan Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau sertifikat.
- Unsur pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi meliputi sub unsur pengembangan koleksi; pengolahan bahan pustaka; penyimpanan dan pelestarian bahan pustaka; dan pelayanan informasi
- Unsur pemasyarakatan perpusdokinfo meliputi sub unsur penyuluhan; publisitas; dan pameran.
- Unsur pengkajian dan pengembangan perpusdokinfo yang meluputi sub unsur pengkajian; pengembangan perpustakaan; analisis/kritik karya kepustakawanan; penelaahan pengembangan di bidang perpusdokinfo.
- Unsur pengembangan profesi, meliputi sub unsur membuat karya tulis/karya ilniah di bidang perpusdokinfo; menyusun pedoman/petunjuk teknis; menerjemahkan/-menyadur buku dan bahan-bahan lain; melakukan tugas sebagai Ketua kelompok/Koordinator pustakawan atau memimpin unit perpustakaan; menyusun kumpulan tulisan untuk dipublikasikan; memberikan konsultasi kepustakawanan yang bersifat konsep.
- Unsur penunjang meliputi sub unsur mengajar; melatih; membimbing mahasiswa dalam penyusunan skripsi, tesis, disertasi yang berkaitan dengan ilmu perpusdokinfo; memberikan konsultasi teknis sarana dan prasarana perpusdokinfo; mengikuti seminar, lokakarya dan pertemuan bidang kepustakawanan; menjadi anggota organisasi profesi kepustakawanan; melakukan lomba kepustakawanan; memperoleh penghargaan/tanda jasa; memperoleh gelar kesarjanaan lainnya; menyunting risalah pertemuan ilmiah; dan keikutsertaan dalam tim penilai jabatan pustakawan.
Butir-butir kegiatan dari unsur dan sub unsur pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi dalam perolehan angka kredit dapat dilakukan oleh semua jenjang jabatan fungsional pustakawan walaupun diluar kewajiban dari tugas pokok untuk masing-masing jenjang jabatan pustakawan. Karena perolehan angka kredit dari kegiatan tersebut dapat dinilai dan merupakan kegiatan rutin yang lazim dilakukan oleh pengelola suatu perpustakaan. Begitu pula dengan SK MENPAN No. 132/2002 pasal 8 Bab V rincian kegiatan dan unsur yang dinilai dalam pemberian angka kredit menyatakan bahwa apabila pada suatu unit kerja tidak terdapat jenjang jabatan Pustakawan yang melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2), Pustakawan yang satu tingkat di atas atau di bawah jenjang jabatan dimaksud dapat melakukan tugas tersebut berdasarkan penugasan secara tertulis dari pimpinan unit kerja yang bersangkutan.
Jumlah kumulatif perolehan angka kredit yang terkumpul dari unsur dan sub unsur dari butir-butir kegiatan tersebut di atas mulai (a) sampai (e) merupakan kegiatan utama dengan nilai angka kredit minimal 80 %, sedangkan (f) merupakan unsur kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas pokok dengan nilai angka kredit sebanyak-banyaknya 20 %.
Strategi Perolehan Angka Kredit
Banyak pustakawan beranggapan bahwa angka kredit dari setiap butir kegiatan perpustakaan terlalu kecil, sehingga timbul rasa enggan untuk melaksanakan pekerjaan yang nilainya kecil. Tetapi hal ini bagi pejabat pustakawan yang professional dan bertanggung jawab atas jabatannya merupakan suatu tantangan yang harus diatasi oleh pustakawan itu sendiri. Tjitropranoto (1995) berpendapat bahwa kemampuan pustakawan yang harus dimiliki oleh pengelola perpustakaan antara lain harus mahir dalam kegiatan pokok perpustakaan, mampu memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk memperoleh teknik dan prosedur kerja di perpustakaan secara lebih efektif dan efisien.
Sesuai dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat, dalam kegiatan sehari-hari pustakawan
harus dapat memanfaatkan teknologi informasi (TI) tersebut di perpustakaan yang mencakup Computers, Content, and Communication (3-C) sehingga memberikan pengaruh yang luar biasa kepada perkembangan dunia ilmu pengetahuan (Soedjana, 2003). Beberapa strategi dalam perolehan angka kredit yang diperlukan pejabat pustakawan dalam pengajuan DUPAK antara lain adalah :
1. Membuat Rencana Kerja
Peningkatan kemampuan dan keahlian pejabat pustakawan yang masih kurang serta prosedur dan metode kerja yang lemah merupakan masalah yang harus diatasi pustakawan. Ma’arus (2001) mengemukakan bahwa pada umumnya pustakawan tidak memiliki rencana kerja dalam melaksanakan kegiatan tugasnya, padahal rencana kerja sangat penting karena dapat menjadikan pustakawan lebih produktif dan bekerja lebih terarah. Untuk itu pejabat pustakawan perlu membuat rencana atau program kerja kegiatan, terutama yang menjadi tugas pokok dan mencatat hasilnya pada laporan kegiatan harian.
Rencana kerja atau rencana operasional adalah rancangan program setiap kegiatan yang akan dilakukan oleh pustakawan dalam kurun waktu tertentu yang disetujui oleh pimpinan unit kerja/pejabat yang ditunjuk. Rencana tersebut minimal membuat latar belakang, tujuan, sasaran/target yang akan dicapai, metode penyelesaian, dana, dan
jadwal pelaksanaan. Perolehan angka kredit dari rencana kerja yang dapat dinilai semua sub unsur dengan butir kegiatan menyusun rencana operasional dari mengumpul data, mengolah data dengan nilai 0,031 dan 0,085 per laporan. Setiap kegiatan dikalkulasikan pada setiap akhir bulan sampai akhir tahun sehingga hal ini akan memudahkan pustakawan dalam penyusunan laporan DUPAK.
2. Kreativitas
Eksistensi profesi pustakawan dinilai belum mencapai kondisi yang maksimal baik secara kualitatif maupun kuantitatif, namun tentunya upaya pembinaan dan peningkatan terus menerus dilakukan. Hal ini amatlah penting karena keberadaan pustakawan merupakan kunci akan maju mundurnya sebuah perpustakaan, dengan demikian pustakawan dituntut peran kreativitasnya (Makdriani, 1996). Beberapa penelitian berkesimpulan bahwa faktor penghambat pustakawan dalam perolehan angka kredit salah satunya adalah kreativitas yang terbatas. Begitu pula Djunaedi (1996) berpendapat bahwa ketergantungan pustakawan pada orang lain dan kebiasaan bekerja berdasarkan instruksi membuat pustakawan menjadi pasif. Oleh karena itu inisiatif dan kreativitas pejabat pustakawan diperlukan untuk menghasilkan produktivitas yang maksimal seperti pada kegiatan :
a. Membuat Daftar Hasil Penelusuran.
Kegiatan penelusuran informasi banyak dibutuhkan dan dimanfaatkan oleh pengguna perpustakaan, khususnya yang tidak dapat datang ke perpustakaan. Dalam pelaksanaanya masih ditemukan berbagai permasalahan, tetapi Winarko (1994) menyatakan bahwa permasalahan dapat diatasi dengan cara mengolah kembali hasil-hasil penelusuran yang pernah dilakukan menjadi file informasi yang lengkap, sehingga dapat dimanfaatkan kembali pada saat diperlukan. Hasil penelusuran berupa data bibliografi yang mencakup kepengarangan, judul, dan sumber informasi yang kemudian dibuat dalam suatu file Daftar Hasil Penelusuran dengan suatu topik/subyek atau komoditas tertentu.
Kegiatan penelusuran merupakan salah satu kegiatan pokok perpustakaan dengan nilai angka kredit yangt cukup besar yaitu 0,007/topik/jdl untuk pustakawan tingkat terampil dan nilai 0,009/topik/jdl. bagi pustakawan tingkat ahli. Hasil Penelusuran tersebut dapat dijadikan bahan pembuatan Bibliografi dan diharapkan dapat meningkatkan volume dan bobot kegiatan. Oleh karena itu pustakawan dengan didorong motivasi kuat, mandiri, dan proaktif menyajikan informasi terbaru baik diminta maupun tidak akan selalu prima dalam meningkatkan kinerja layanan perpustakaan.
b. Pembuatan Bibliografi
Pustakawan hendaknya kritis dan jeli memanfaatkan butir-butir kegiatan perpustakaan dalam memperoleh angka kredit dengan istilah “sekali merengkuh dayung dua-tiga pulau terlampaui”. Dalam pembuatan suatu bibliografi banyak butir kegiatan yang saling berkaitan serta dianjurkan informasinya yang sedang “in” misalnya Bibliografi Khusus “Flu Babi (HıNı)” dan “Pertanian Organik” yang menjadi topik pembicaraan masyarakat sehingga kemungkinannya informasi dari artikel tersebut banyak diperlukan dan dimanfaatkan pengguna (user). Ma’arus (1992) berpendapat bahwa pelaksanaan setiap butir kegiatan dapat dikaitkan dengan kegiatan lainnya, sehingga berpeluang untuk memperoleh angka kredit yang banyak
Keterkaitan dari kegiatan sub unsur kegiatan pengembangan koleksi, pengolahan bahan pustaka, sampai penyimpanannya untuk siap dimanfaatkan pengguna pada kegiatan layanan perpustakaan. Seperti mulai dari kegiatan: Registrasi bahan pustaka nilai 0,0002/eks.; Mengindentifikasi bahan pustaka 0,003/jdl.; Verifikasi data bibliografi, 0,0007/jdl.; Katalogisasi sederhana/komplek 0,001/0,007/jdl.; Klasifikasi sederhana/ kompleks ,003/0,007/jdl.; Membuat anotasi/tajuk subjek 0,005 /jd., 0,006 /jd. Mengalihkan data bibliografi secara manual maupun elektronik 0,0002 dan 0,0003/ctm.; Menyunting data bibliografi 0,0025/ctm.; Mengelola data bibliografi bentuk kartu katalog atau basis data 0,0005 dan 0,005/ctm/file; Menyusun bibliografi 0,005/ctm.; Membuat kelengkapan bahan pustaka 0,001/eks.; dan Mengelola jajaran bahan pustaka 0,0003/eks. Jika di jumlah kegiatan tersebut bernilai 0,038 untuk setiap entri/record, sehingga apabila sebanyak 100 entri/record bernilai angka kredit 3,8.
c. Membuat Karya Tulis.
Pustakawan disamping mengerjakan pekerjaan sehari-hari (rutinitas) hendaknya mampu mengembangkan kreativitas dan daya nalar seperti pembuatan karya tulis. Pustakawan berpeluang besar untuk membuat karya tulis, karena memiliki akses terhadap sumber informasi yang luas dan beragam. Kegiatan menulis ini merupakan kegiatan utama dari unsur pengembangan profesi seperti kegiatan menyusun pedoman atau petunjuk teknis Perpusdokinfo dan sebagainya. Disamping itu nilai angka kredit cukup besar dengan nilai angka kredit 3,500 bagi makalah/karya tulis yang tidak diterbitkan dan nilai 6,000 untuk karya tulis yang diterbitkan.
Tujuan membuat karya tulis antara lain adalah perolehan angka kredit yang dapat digunakan dalam kenaikan pangkat/jabatan. Begitu pula Sumantri (2004) dalam penelitiannya berpendapat bahwa disamping tujuan tersebut diatas, faktor yang mendukung motivasi pustakawan dalam membuat karya tulis adalah minat dan lingkungan yang mencintai kegiatan baca-tulis, sedangkan sebagai penghambat adalah kurangnya penguasaan teknik penulisan. Oleh karena itu pustakawan perlu mengikuti pelatihan penulisan walaupun selama ini belum secara khusus mendapat bimbingan penulisan, tetapi berani mencoba dan memulai dari diri sendiri serta secara aktif dan inisiatif minta bimbingan pustakawan senior yang berpengalaman.
3. Memanfaatkan TI
Kemajuan teknologi informasi (TI) termasuk didalamnya teknologi komputer sekarang ini sudah memungkinkan para
pustakawan untuk meningkatkan kualitas kinerjanya. Perangkat keras dan lunak untuk keperluan tersebut sudah tersedia banyak dan beraneka ragam, serta relatif mudah pengoperasiannya. Banyak pilihan program-program yang dapat dimanfaatkan dan cocok untuk kegiatan perpustakaan seperti; CDS/ISIS, Winisis, Greenstone, Inmagic, Igloo dan sebagainya.
Komputer dapat menyajikan data dokumen dalam file dan record jumlah yang sangat besar serta penemuaan kembalinyapun bisa dilakukan dengan cepat. Pemanfaatan komputer khususnya pada kegiatan pengolahan bahan pustaka dapat dilakukan lebih cepat, akurat, dan taat azas. Taat azas ini merupakan salah satu hal yang penting dalam mengolah bahan pustaka yang dilakukan pada program (winisis) yang sama dimana walaupun pustakawannya berbeda. Begitu pula administrasi layanan yang menggunakan komputer akan jauh lebih baik, dimana komputer akan membuat statistik secara automatis dan banyak lagi keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan komputer atau teknologi informasi lainnya.
Pejabat pustakawan tidak akan lagi dinilai “gaptek” (gagap teknologi) jika pustakawan terus berupaya meningkatkan kemampuannya dalam bidang TI. Sebagaimana yang dikemukakan Soedjana (2003) bahwa dalam perkembangan selanjutnya dimasa mendatang pustakawan akan dan dapat menjadi pengelola situs web beserta kelengkapannya. Dalam kondisi seperti ini tugas pustakawan menjadi lebih ringan oleh berbagai fasilitas TI, tapi disisi lain beban pustakawan akan semakin berat karena semakin meningkatnya jumlah, kualitas dan keragaman informasi yang harus ditangani.
4. Komunikasi
Komunikasi antara pengguna dan pustakawan sebagai pengelola informasi merupakan hal penting untuk dapat memenuhi tujuan dan kebutuhan pengguna secara efektif dan efisien. Berhubungan langsung dengan cara tatap muka, tanya jawab, dan diskusi, menggunakan sarana komunikasi seperti: surat menyurat, telepon, faximile, dan e-mail. Pesatnya perkembangan TI dan sarana komunikasi saat ini sangat membantu pustakawan dalam memberikan/menyampaikan informasi secara cepat dan murah. Penyebaranluasan informasi menggunakan media elektronis dilakukan melalui layanan internet maupun media komunikasi lain seperti handphone (HP) untuk mengirim pesan singkat Short Messages Service (SMS). Pengiriman informasi (teks, gambar, dan sebagainya) dapat dilakukan menggunakan fasilitas attachment dengan e-mail melalui jaringan global yaitu internet.
Hosting atau Space dapat digunakan pustakawan untuk meletakkan/menyimpan file–file yang telah dibuat sebelumnya agar website/halaman web dapat ditampilkan di jaringan internet. Ada perusahaan yang bergerak dibidang teknologi informasi menyediakan layanan hosting gratis, seperti perusahaan yang sudah terkenal di dunia internet khususnya dalam hal pelayanan email gratis yaitu www.yahoo.com.
Penutup
Upaya untuk perolehan angka kredit pejabat fungsional pustakawan terlebih dahulu perlu memahami segala ketentuan yang tertuang dalam Keputusan MENPAN No. 132 tahun 2002 dan Keputusan Bersama Kapala Perpusnas RI dan Kapala BKN No. 23 dan No. 21 tahun 2003 yang menjadi pedoman pelaksanaannya. Pengumpulan angka kredit yang dipersyaratkan bagi pejabat fungsional pustakawan tidak hanya sekedar menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memenuhi syarat angka kredit untuk kenaikan pangkat atau jabatan, tetapi sekaligus indikator yang menunjukkan prestasi kerja yang baik.
Tugas pokok yang menjadi kegiatan rutin perpustakaan memungkinkan pustakawan akan lebih banyak lagi perolehan angka kredit. dengan berupaya meningkatkan kemampuan dan pengetahuan secara mandiri yang penuh kreativitas serta memanfaatkan TI khususnya komputer. Fasilitas dikomputer sangat membantu pustakawan dalam melaksanakan kegiatan pekerjaannya secara cepat, efektif, dan efisien. Mengembangkan kreativitas dan daya nalar pustakawan dalam perolehan angka kredit yang bernilai besar seperti pembuatan karya tulis.
Daftar Pustaka
Djunaedi, A. 1998.
Upaya mengatasi masalah pelaksanaan jabatan fungsional pustakawan.
Jurnal Perpustakaan Pertanian 7(2) : 48-51
Keputusan Bersama
Kepala Perpustakaan Nasional RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara
Nomor: 23 tahun 2003 dan Nomor: 21 tahun 2003 tanggal 13 Juni 2003
tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka
Kreditnya.
Keputusan Kepala
Perpustakaan Nasional RI Nomor 10 tahun 2004 tentang Petunjuk Teknis
Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya.
Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 132/KEP/M.12/2002 tanggal 3
Desember 2002 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka
Kreditnya.
Ma’arus,
F. 1992. Usaha memperoleh angka kredit dalam jabatan fungsional
pustakawan. Jurnal Perpustakaan Pertanian 1(1) :19-22
__________2001.
Meningkatkan kinerja pustakawan dalam melaksanakan kegiatan
fungsional. Jurnal Perpustakaan Pertanian 10(1) :1-5
Makdriani, S. 1996. Upaya peningkatan mutu pustakawan. Media Pustakawan 3(2): 18-21
Mansjur, S. 2007. Butir-butir kegiatan pustakawan dan angka kreditnya. Seri Pengembangan Perpustakaan Pertanian no. 40 : 23 p.
Pendit,
P.L. 1996. Perubahan orientasi dalam era informasi. Prosiding seminar
sehari layanan Pusdokinfo berorientasi pemakai di era informasi :
pandang akademisi dan praktisi. Depok : Program Studi Ilmu
Perpustakaan, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia : 1-10
Sitorus,
D. 2002. Pengembangan jabatan fungsional dan pokok-pokok perubahan
peraturan yang mendasarinya. Media Pustakawan 9(4) : 1-4
Soedjana,
D. (2003). Arah kebijakan pengembangan tenaga fungsional pustakawan
Departemen Pertanian dalam
Makalah Pelatihan Peningkatan Kemampuan Pejabat Pustakawan Departemen
Pertanian. PMP-SDMP, Ciawi- Bogor, 10-16 Agustus 2003.
Sumantri,
U.P. 2004. Motivasi pustakawan dalam menulis karya tulis ilmiah yang
dipublikasikan. Jurnal Perpustakaan Pertanian 13(2) :41-46
Tjitropranoto,
P. 1995. Kriteria sumber daya manusia di perpustakaan. Jurnal
Perpustakaan Pertanian 4(2) : 27-32
Winarko,
B. (et al) 1994. Masalah penelusuran informasi ilmiah secara manual
dan pemecahannya. Jurnal Perpustakaan Pertanian 3(1) : 9-12